-->
Kopi Alinea

Budak Pendidikan

Minggu, 28 Mei 2023

 Penulis: Farah Lailatul Nur Alifiyah


Masyarakat Indonesia memandang pendidikan sebagai kewajiban yang harus dilakukan setiap manusia untuk mencapai masa depan yang cerah. Masa depan yang cerah atau kesuksesan ini sering kali disebut pada manusia yang memiliki pekerjaan yang layak dengan gaji yang besar. Pemikiran seperti ini sudah menjadi doktrin sejak kecil sehingga menciptakan manusia yang melaksanakan pendidikan atas dasar kewajiban bukan dari keinginan. Pendidikan yang dianggap sah dan diakui oleh masyarakat yaitu pendidikan formal dengan seragam dan duduk di bangku sekolah yang dibuktikan oleh rapor atau ijazah.

Siswa Sekolah Dasar (SD) dituntut untuk memahami materi yang diajarkan guru agar mendapat nilai yang tinggi dan diterima di sekolah SMP. Siswa SMP dituntut untuk memahami materi yang sesuai dengan kurikulum agar mendapat nilai tinggi dan diterima di SMA, begitu pula dengan siswa SMA dengan tuntutan untuk diterima di perguruan tinggi. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu menciptakan manusia untuk mendapat nilai yang tinggi. Akhirnya nilai berupa angka ini yang menjadi tujuan dari sebuah pendidikan. Lalu, siswa berbondong-bondong melakukan segala cara untuk mendapat nilai yang tinggi dan guru berusaha sekuat tenaga memanipulasi nilai siswa agar memenuhi standar.

Secara tidak langsung sistem pendidikan menjadikan siswa sebagai budak berseragam yang dikekang berbagai peraturan dan dipaksa mencerna materi yang sudah ditentukan. Apalagi ditambah dengan peraturan wajib pendidikan 9 tahun yang berdampak pada syarat untuk mendaftar kerja. Sistem ini membentuk pola pikir masyarakat dalam memandang pendidikan sebagai syarat untuk mendapatkan pekerjaan bukan untuk mendapatkan ilmu. Kalimat ‘sekolah yang pintar biar dapat kerja enak’ sudah menjadi budaya yang mendarah daging di masyarakat, seakan pendidikan digunakan untuk mempersiapkan budak yang akan diperkerjakan. Alhasil pendidikan hanya mampu menghasilkan para pekerja yang mengharapkan mendapat pekerjaan yang layak. Tentu saja sistem pendidikan yang seperti ini yang menyebabkan Indonesia masih mengalami permasalahan perekonomian yang belum bisa diatasi. Pendidikan yang seharusnya dapat menghasilkan manusia yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, nyatanya pendidikan hanya menghasilkan para pekerja yang mencari lowongan kerja.

 Bagaimana pendidikan dapat menghasilkan manusia yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, sedangkan dalam sistem pendidikan saja menjadikan siswa sebagai budak kurikulum. Padahal menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah sebuah kemerdekaan yang artinya kebebasan dalam berpikir dan berproses sesuai dengan keinginannya sendiri. Pendidikan menjadi suatu simbol kemerdekaan yang seharusnya orang yang mengenyam pendidikan minimal dapat memerdekakan dirinya sendiri. Kurikulum yang semakin berkembang dengan berbagai revisi dan uji coba mungkin sangat bagus dalam konsepnya, tapi tidak dengan implementasinya. Nyatanya, sistem pendidikan di jenjang sekolah bahkan perguruan tinggi sampai saat ini masih belum bisa memahami arti pendidikan yang sebenarnya.

Kurikulum yang dinamai Kurikulum Merdeka ternyata masih belum mampu memerdekakan siswa dalam sistem pendidikan. Bagaimana arti kemerdekaan, jika siswa yang sedang mengenyam pendidikan saja masih diperbudak dengan sistem. Selama sembilan tahun menempuh pendidikan di sekolah hanya dihabiskan untuk memahami materi yang sudah disiapkan. Kebebasan untuk mencari minat dan bakat terbelenggu dengan tuntutan guru untuk dapat memahami materi di bangku sekolahan. Padahal setiap individu memiliki bakat tersendiri, bahkan memiliki cara belajar sendiri. Namun di dalam kelas, pembelajaran disamaratakan dengan materi yang sama dan metode yang sama. Orang yang dianggap pintar adalah orang-orang yang mampu memahami materi di bangku sekolahan. Namun kenyataannya orang pintar di sekolahan sering kali tidak berdampak bagi lingkungan dan sekitarnya. Tentu saja ini menjadi bukti bahwa pendidikan hanya memperbudak siswa untuk memahami materi tanpa memperhatikan esensinya bagi kehidupan.

 Sejak mengenyam pendidikan di sekolah dasar siswa sudah diperbudak dengan buku yang menjadi acuan, dipaksa menerima materi yang sudah disiapkan. Guru hanya menjelaskan materi yang sudah disediakan. Siswa hanya terfokus untuk memahami materi yang sudah disiapkan hingga tidak dapat mengenali bakat dan minatnya sendiri. Mirisnya, materi yang disiapkan oleh kurikulum berbentuk kompetensi dasar dan kompetensi inti saja tidak dapat diterapkan oleh guru sepenuhnya di sekolah. Guru sering kali melewati berbagai materi sehingga tidak diajarkan kepada siswa dengan alasan waktu yang tidak cukup. Seharusnya hal ini menjadi acuan bagi pemegang kekuasaan di bidang pendidikan bahwa kurikulum yang diterapkan sampai saat ini sangat tidak sesuai.

Kurikulum hanya menjadikan siswa dan guru sebagai budak. Bagaimana bisa siswa yang sudah menghabiskan separuh waktu dihidupnya untuk mengenyam pendidikan hanya bisa memahami beberapa materi yang bisa diajarkan oleh guru. Tidak salah jika Indonesia masih menjadi negara berkembang, mayoritas masyarakat Indonesia bekerja sebagai buruh. Tercatat oleh Badan Pusat statistik (BPS) 2021 bahwa 60,12% masyarakat Indonesia bekerja sebagai buruh atau karyawan dan sebanyak 19,57% masyarakat yang menjalani usahanya sendiri. Tidak salah jika masyarakat lebih banyak menjadi pekerja daripada mempunyai usaha sendiri. Tentu saja ini karena sistem pendidikan yang seharusnya dapat menghasilkan manusia yang memiliki intelektual dan kemandirian, nyatanya sistem ini malah memperbudak manusia dengan materi.

 Pendidikan sekolah dasar seharusnya tidak memaksakan siswa untuk memahami semua materi pelajaran yang berisi teori. Namun ketika sekolah dasar seharusnya guru lebih membentuk karakter siswa dan membantu siswa untuk menemukan minat dan bakatnya. Setidaknya guru harus mampu mengonstruksi pikiran siswa untuk mencintai pendidikan agar siswa dapat melanjutkan pendidikan karena keinginan bukan kewajiban.

Usaha guru dalam mengonstruksi pikiran siswa dapat berpengaruh terhadap karakter siswa. Jika siswa mengenyam pendidikan karena keinginannya sendiri, maka siswa akan berusaha menuntut ilmu dengan sebaik mungkin. Namun jika siswa melanjutkan pendidikan atas dasar kewajiban ataupun tuntutan orang tua, maka siswa hanya akan menjadi budak pendidikan yang hanya berfokus pada hasil nilai yang didapatkan. Siswa akan berfokus pada nilai yang didapat dan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Hal ini akan berpengaruh kepada karakter siswa yang berpotensi besar melakukan kecurangan untuk mendapatkan nilai yang tinggi.

Mirisnya, sistem pendidikan Indonesia tidak memperhatikan dampak masalah di atas, bahkan sampai saat ini kecurangan di bidang pendidikan sudah menjadi rahasia umum sehingga siswa menganggap itu hal wajar. Lalu apakah memang pendidikan disiapkan untuk mencetak generasi curang? Bahkan budaya kecurangan ini sudah diketahui oleh tenaga pendidik seperti guru atau bahkan pemegang kekuasaan di bidang pendidikan. Hal ini karena setiap orang pasti pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah dan pasti tidak asing lagi dengan kecurangan yang ada.

Lalu bagaimana jika ingin meningkatkan kualitas pendidikan sebenarnya jawabannya mudah, tidak perlu menciptakan konsep kurikulum yang begitu rumit. Percuma saja menciptakan kurikulum dengan konsep yang sangat bagus, namun karakter siswa tidak diperhatikan, berbagai kecurangan masih dilakukan. Seakan sistem pendidikan yang ada saat ini hanya program kerja para pemangku kepentingan dan siswa menjadi budak yang terjebak dalam pendidikan. Sebagaimana layaknya budak yang tidak memiliki kebebasan mencari minat dan bakat, budak yang diwajibkan menerima semua materi yang sudah disediakan, dan budak yang tidak diperhatikan karakternya.

 Apabila dilihat secara detail, ternyata bukan hanya siswa yang menjadi budak pendidikan. Guru yang seharusnya memiliki kebebasan dalam berkarya dan membantu siswa untuk menemukan minat bakatnya justru terkekang dengan tuntutan administrasi yang harus dilengkapi. Sungguh miris sistem pendidikan ini, hanya formalitas belaka yang isinya hanya mengikuti aturan sistem yang ada.

Selain itu, tidak sedikit guru yang memanipulasi kegiatan siswa untuk mendapatkan akreditasi sekolah yang baik. Guru dituntut untuk mengerjakan tugas administrasi yang sesuai dengan kurikulum sehingga banyak guru yang lebih fokus untuk mengerjakan administrasi tersebut daripada mendidik siswa. Apalagi insentif dapat dicairkan jika administrasi sudah selesai. Tentu saja ini membuat para guru lebih fokus untuk mengerjakan administrasi daripada berusaha mengembangkan minat dan bakat siswa. Alhasil pendidikan hanya tentang formalitas saja. Bahkan pendidikan sering kali digunakan sebagai ajang bisnis.

Tujuan pendidikan yang sering kali disalah artikan untuk mendapat nilai yang bagus menyebabkan siswa dan orang tua sering kali melakukan berbagai cara. Akhirnya, pendidikan sering diperjual belikan, sebagai lahan bisnis dengan membuka bimbingan belajar secara pribadi dengan iming-iming nilai yang memuaskan. Lalu sampai kapan diperbudak oleh sistem pendidikan jika tidak ada yang mulai memberantas sistem perbudakan ini.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2021). Data Angka Tenaga Kerja Indonesia.

Direktorat Jenderal Kemendikbud Ristek. (2022). Luncurkan Kurikulum Merdeka, Mendikbud Ristek: Ini Lebih Fleksibel. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Direktorat Jenderal Kemendikbud Ristek. (2022). Menilik Konsep Merdeka Belajar Menurut Ki Hajar Dewantara. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Noviyanti, U. D. (2020). Ki Hadjar Dewantara: Bapak Pendidikan Indonesia. BOEKOE.


Share This :

1 Comments

  1. terimakasih sudah membuat artikel seperti ini, saya haya bisa berharap semoga kedepannya lebih bajyak lagi generasi bangsa yang bisa berfikir kritis, mengubah pola pikir yang salah, walaupun saya tau hal tersebut sangat sulit di lakukan karena sudah menjadi doktrin sejak kecil, selalu semangat untuk berbagi kebaikan, semoga Indonesia emas 2045 tidak hanya menjadi angan angan saja, terimakasih.

    BalasHapus