-->
Kopi Alinea

Bobroknya Kebijakan di Tangan Menteri yang Tidak Tahu Pendidikan

Minggu, 18 Juni 2023

 Penulis: Endah Nuryanti

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengusulkan kebijakan baru pada akhir Mei lalu. Marketplace guru dipromosikan sebagai solusi untuk mengatasi masalah perekrutan tenaga pendidik.

Dalam rapat kerja Komisi X DPRRI dengan Mendikbudristek RI, Nadiem menyampaikan 3 hal yang menjadi masalah utama sistem perekrutan tenaga pendidik saat ini. Pertama, sekolah yang sering membutuhkan guru pengganti mendadak. Masalah ini disebabkan guru yang pindah, berhenti, pensiun ataupun meninggal. Dalam kondisi seperti ini, mau tidak mau sekolah akan merekrut guru honorer baru. Sedangkan, rekrutmen guru ASN hanya terjadi setahun sekali dan pelaksanaannya terpusat. Ketimpangan jumlah guru honorer yang semakin banyak dengan jadwal rekrutmen guru ASN yang lama akan menyebabkan masalah kesejahteraan pada guru honorer.

Kedua, proses perekrutan guru tidak sinkron antara pusat dan sekolah. Perekrutan guru ASN dilakukan secara terpusat untuk menjamin kebutuhan sekolah atas jumlah dan kompetensi guru. Padahal yang paling mengerti kebutuhan rekruitmen adalah sekolah tersebut.

Ketiga, Pemerintah Daerah (Pemda) tidak mengajukan formasi Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai data kebutuhan dari pusat.

Menurutnya, kebijakan baru berupa sistem perekrutan tenaga pendidik melalui marketplace akan menjadi solusi yang menangani permasalahan tersebut. Tapi, belum apa-apa, kebijakan ini malah membuat kegaduhan. Dimulai dari penggunaan diksi “Marketplace Guru” yang sangat tidak pantas digunakan untuk database berisi daftar calon guru. Kata ini memiliki konotasi negatif, seolah guru disamakan barang dagangan di toko online yang akan dicheckout kalo sesuai selera pasar. Padahal guru adalah profesi mulia yang harus dihormati.

Permasalahan yang lebih genting untuk ditangani saat ini adalah masalah kesejahteraan guru honorer dan kebijakan ini tidak bisa mengatasi masalah tersebut. Sejak merebaknya isu marketplace, guru honorer merasa lebih terbebani apalagi guru honorer dari daerah terpencil. Tidak semua daerah Indonesia mengalami pemerataan infrastruktur. Banyak daerah terpencil yang masih mengalami susah sinyal, bahkan yang lebih parah masih banyak guru honorer yang tidak menjamah kecanggihan teknologi. Sedangkan guru yang boleh mengajar adalah guru yang terdaftar di marketplace. Berlakukanya kebijakan ini akan membuat mereka lebih terasing atau yang lebih parah tidak punya kesempatan lagi untuk menjadi mengajar.

Kebijakan yang dicetuskan oleh Mendikbudristek dua tahun lalu pun belum tuntas. Dengan isu permasalahan yang hampir sama yang katanya untuk mensejahterakan guru honorer, namun kenyataanya malah "mandek" selama 2 tahun ini. Kebijakan Mendikbudristek sebelumnya adalah rekrutmen guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Untuk menjadi PPPK mereka sudah melakukan tahapan seleksi tapi sampai sekarang proses rekrutmen belum juga tuntas. Banyaknya kendala seperti pemerintah daerah yang enggan mengajukan formasi kebutuhan ASN, banyaknya kendala administrasi sehingga guru yang lolos seleksi tidak segera mendapatkan SK pengangkatan sebagai ASN, hingga proses penempatan yang memicu konflik di lapangan.

Kendala-kendala tersebutlah yang seharusnya dituntaskan terlebih dahulu agar wacana pengangkatan 1 juta guru honorer menjadi ASN terlaksana. Dengan begitu jumlah guru honorer tidak akan semakin banyak. Pada tahun 2023 ini saja jumlah guru honorer menempati 17% dari seluruh jumlah guru. Semakin banyak jumlah guru honorer, kesejahteraan untuk guru akan sulit diwujudkan. Satu permasalahan belum teratasi, Mendikbudristek sudah mengajukan kebijakan lain yang ujungnya pun nanti akan sama. Masalah-masalah baru akan muncul dan semakin memperumit sistem pendidikan yang ada di Indonesia.

Nadiem Makarim menjamin guru yang masuk ke daftar marketplace adalah guru yang memiliki kualifikasi sebagai guru profesional dengan kualifikasi pendidikan sama dengan bidang yang diajarkannya. Terjaminnya kualitas guru didukung oleh persyaratan untuk masuk daftar marketplace yang dibagi menjadi dua jalur. Pertama, jalur masuk untuk guru yang lolos ASN atau lulus seleksi PPPK tetapi belum mendapatkan penempatan. Jalur kedua untuk sarjana pendidikan yang lulus seleksi Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan.

Persyaratan ini memang bisa menjamin kualitas guru namun disisi lain cukup memberatkan. Seleksi untuk ASN dan PPPK tidak mudah, bahkan ada yg berkali-kali tes baru bisa lulus. Selama masa menunggu itu, apakah calon guru akan menganggur? Persyaratan untuk sarjana pendidikan juga tidak berbeda jauh memberatkannya. Sarjana pendidikan yang tidak memiliki cukup banyak uang akhirnya juga akan menjadi pengangguran.

Padahal menempuh pendidikan strata 1 juga bukan sesuatu yang mudah. Selama 4 tahun mahasiswa pendidikan dijejali kode etik tenaga pendidik, dilatih dengan pakem sistem pendidikan nasional, dituntut memberikan inovasi baru, dan dibiasakan emosionalnya untuk menghadapi peserta didik. Namun, setelah lulus sarjana strata 1, semua itu masih tidak cukup juga. Mereka masih harus mengikuti serangkaian tes demi dipanggil guru, demi dianggap layak masuk ke marketplace, dan akhirnya direkrut oleh sekolah. Sekolah pun dibebaskan jika masih ingin melakukan wawancara dan tes kompetensi kepada guru sebelum perekrutan. Apakah ini sepadan? Bukankah ini adalah proses yang belum apa-apa sudah melelahkan?

Setelah itu pun kesejahteraan guru masih belum terjamin. Marketplace guru akan menimbulkan ketidakstabilan kerja karena guru bisa dipecat atau diganti sewaktu-waktu oleh sekolah. Kesejahteraan dan motivasi guru menurun karena tidak mandapatkan gaji dan tunjangan yang layak seperti PNS atau PPPK. Guru mengalami kesulitan mengurus administrasi dan birokrasi terkait dengan pekerjaan mereka karena berpindah-pindah penempatan. Belum lagi masalah sosial seperti ketidakadilan dan ketimpangan karena guru harus bersaing satu sama lain.

Tidak menutup kemungkinan, marketplace guru akan menjadi sarang nepotisme di dunia pendidikan. Pihak berwenang di sekolah akan lebih memilih sanak saudara dan kenalannya ketimbang repot-repot memilah di daftar marketplace. Setelah itu, apalagi? Tenaga pendidik yang berkualitas untuk Indonesia sebatas wacana yang digaungkan Mendikbudristek.

Bobroknya kebijakan ini jika diimplementasikan sudah bisa diperkirakan oleh siapapun bukan hanya pelaku pendidikan. Dibandingkan mengatasi permasalahan, kebijakan ini lebih parah menambah kekacauan dalam dunia pendidikan.

Kacaunya isu yang mengepung dunia pendidikan sekarang tidak heran membuat banyak mahasiswa menyesal memilih jurusan pendidikan. Dibandingkan dengan bidang lain, pendidikan menjadi bidang yang paling tidak menjamin kesejahteraan dari pemilik profesinya.

Latar belakang Nadiem Makarim yang merupakan Master of Bussines Administration dan keberhasilannya sebagai pendidiri Gojek memang tidak linear dengan jabatannya sebagai Mendikbudristek. Besar kemungkinan ini yang menyebabkan Nadiem Makarim tidak bisa memperkirakan secara signifikan kebijakan apa yang paling dibutuhkan pada kondisi pendidikan sekarang ini. Berangkat dari dunia bisnis dan tidak pernah merasakan suka dukanya menjadi tenaga pendidik membuat Nadiem Makarim seolah menjadikan pendidikan serupa ajang berbisnis.

Pakar pendidikan nasional, Ki Darmaningtyas bahkan tidak ragu menyebut Nadiem Makarim sebagai menteri terburuk sepanjang masa. Menurutnya, Nadiem adalah orang yang tidak tahu pendidikan dan tidak mau mencari masukan dari orang-orang yang tahu pendidikan.

Jika tenaga pendidik profesional adalah tenaga pendidik yang linear antara pendidikan dan bidang yang diajarkannya, apalagi Mendikbudristek sebagai kepala yang menjalankan dunia pendidikan. Seharusnya menteri pendidikan adalah orang yang paling tahu pendidikan, berangkat dari dunia pendidikan, dan pernah merasakan suka dukanya tenaga pendidik. Dengan begitu, dia sendiripun akan tau dampak paling baik dan dampak paling buruk dari kebijakannya.


Daftar Pustaka

Narasi. (2023). Apa Itu Marketplace Guru yang Diusulkan Mendikbud? Ini Penjelasan dan Tujuannya.

Dewa Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2023). Komisi X: ‘Marketplace Guru’ Tak Selesaikan Akar Masalah Tenaga Pendidik.

CNN Indonesia. (2023). Respons Marketplace Guru, PAN Soroti Ketimpangan dan Kesejahteraan.

katadata. (2023). Mengenal Marketplace Guru, Usulan Menteri Nadiem Tuai Kontroversi.

CNBC Indonesia. (2023). Wah! Nadiem Bakal Ciptakan Marketplace Khusu Guru.


Share This :

0 Comments