-->
Kopi Alinea

Artificial Intelligence, Menguasai atau Dikuasai?

Minggu, 16 Juli 2023

 Oleh: Silvi Eka Pratiwi


Artificial Intelligence (AI) akhir-akhir ini menjadi topik hangat yang terus diulas dan dibicarakan dalam dunia perkembangan teknologi. AI dibanggakan terutama oleh kalangan pebisnis karena mampu mengerjakan tugas yang seharusnya dilakukan manusia menjadi lebih efektif dan efisien. Pemanfaatan AI dalam dunia bisnis mampu membuat perusahaan meraup keuntungan lebih besar dibandingkan dengan mempekerjakan banyak karyawan. Pernyataan tersebut diperkuat dengan laporan dari BT. Group, Perusahaan telekomuniasi asal Inggris dalam kesiapannya untuk memangkas 55 ribu karyawan disebabkan teknologi AI mampu menggantikan peran 10 ribu karyawan di perusahaan tersebut. Rencana tersebut diagendakan akan direalisasikan pada tahun 2030 mendatang. AI tak hanya menjadi bintang dalam dunia bisnis, melainkan di berbagai bidang kehidupan. Perkembangan masif AI terus menjangkau berbagai bidang yang secara perlahan menggeser berbagai jenis pekerjaan manusia dan menimbulkan semakin berkurangnya lapangan pekerjaan (CNBC Indonesia, 2023).

Mobilitas tinggi penggunaan AI dalam dunia pendidikan terjadi pada saat pandemi COVID-19, dimana kegiatan pembelajaran harus tetap berjalan meski dilakukan dari rumah (Detikinet, 2023). Oleh sebab itu, satuan pendidikan memanfaatkan banyak sekali website dan aplikasi pembelajaran yang mampu membuat siswa seakan berada dalam suasana kelas sesungguhnya. Dampak yang timbul dari penggunaan AI di dunia pendidikan cukup besar. Masa pandemi COVID-19 telah berlalu, tetapi AI justru semakin gencar untuk dikembangkan. Perkembangan AI sebenarnya tidak salah, tetapi dalam dunia pendidikan perlu sebuah etika pembelajaran yang harus terjaga dan kejujuran yang dapat dipegang. Lantas jika AI disalahgunakan oleh siswa untuk membantu mempermudah dalam pengerjaan tugas, contohnya dengan menggunakan ChatGPT, BERT, RoBERTa, bahkan Xlnet ini tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri.

Dunia pendidikan akhir-akhir ini gencar dalam menginovasikan teknologi bahkan sistem pembelajaran berbasis AI yang patut diapresiasi dengan latar belakangnya sebagai salah satu gerakan dalam menjadikan pendidikan Indonesia satu langkah mengalami kemajuan dalam bidang pemanfaatan teknologi. Usaha dalam menginovasikan AI dalam dunia pendidikan perlu sebuah gerakan yang menyertai, yakni berupa langkah taktis guna melakukan penjaringan dampak yang akan timbul nantinya. Tidak menutup kemungkinan, dengan inovasi dan kreasi yang terus dikembangkan terhadap AI di dunia pendidikan akan menggeser peran guru untuk menyampaikan pembelajaran. Apabila hal tersebut benar-benar terjadi dalam kehidupan mendatang, maka anak-anak tidak perlu lagi berbondong-bondong pergi ke sekolah dengan tas berat yang selalu ada di punggungnya. Anak-anak hanya perlu sebuah teknologi, seperti smartphone yang nantinya dikombinasikan dengan AI dalam proses pembelajaran sesuai dengan usia.

Benar adanya apabila AI terus diinovasikan akan membuat anak-anak lebih pintar dan cepat memahami pembelajaran. Akan tetapi terdapat satu hal yang perlu dilirik mengenai sistem pembelajaran yang mengandalkan AI, seperti etika dan moral siswa yang tidak akan pernah terbentuk dengan baik jika pembelajaran bermodal AI saja. Peran guru dalam mendidik anak-anak penerus bangsa tetaplah tidak dapat terkalahkan oleh kedatangan AI, bahkan mau diinovasikan seberapa canggihpun hal tersebut. Hal ini disebabkan etika dan moral bersumber dari hati dan hati hanya dapat luluh dengan sesama hati, sedangkan AI adalah teknologi yang mampu berkomunikasi dengan akal pikiran manusia, tapi tidak dengan hatinya.

Geoffrey Hinton atau dikenal dengan sebutan ‘Godfather of AI’ menyatakan bahwasannya AI akan menjadi suatu fenomena yang lebih mendesak daripada perubahan iklim yang memang sudah menjadi masalah cukup krusial bagi Negara Indonesia (CNBC Indonesia, 2023). Meskipun demikian, beliau menentang penangguhan gerakan penelitian teknologi AI yang dilakukan oleh Elon Musk Cs. Tak mau kalah soal perkembangan teknologi AI, Presiden AS Joe Biden melakukan konferensi dengan beberapa raksasa teknologi guna proses pengembangan AI dengan syarat dilakukan secara transparan dan penuh tanggung jawab.

AI, meskipun secara konseptual diciptakan untuk meringankan tugas dan pekerjaan manusia, perkembangan pesat AI mengejutkan banyak tokoh bahkan penemunya sendiri. Psikolog Kognitif dan ilmuwan komputer pada saat wawancara dengan pihak BBC mengatakan bahwasannya chatbot tidak lama lagi dapat melampaui level informasi yang disimpan oleh otak manusia (BBC News Indonesia, 2023). Kebijakan kolektif dalam penggunaan AI menjadi hal urgensi khususnya orang awam yang memiliki potensi besar dapat menyalahgunakan kecanggihan teknologi AI.

AI sendiri menjadi kambing hitam disetiap ulasan dan pendapat khalayak umum, sedangkan yang terjadi sebenarnya adalah bagaimana manusia tersebut mengelola dengan baik teknologi AI sehingga tetap terkendali dan terkontrol tanpa merasa terkalahkan dengan inovasi yang dilakukan oleh manusiaa sendiri. Penguasaan sistem kerja AI menjadi kunci utama agar teknologi ini tidak dianggap menindas dan menggeser berbagai macam kegiatan yang seharusnya manusia lakukan. Seperti kata-kata berikut bahwasanya, “gula akan memberikan rasa manis yang nikmat jika ditakar dengan proporsi yang pas, akan tetapi gula akan menjadi akar penyakit apabila ditakar engan proporsi yang berlebihan dan secara terus menerus dilakukan.”.

Daftar Pustaka

CNBC Indonesia. (2023). Bapak AI sebut ChatGPT Lebih Bahaya dari ‘Kiamat’.

CNBC Indonesia. (2023). AI Biang Kerok Manusia Nganggur, Bos LinkedIn Buka Suara.

BBC News Indonesia. (2023). Bapak Kecerdasan Buatan Mundur dari Google, Peringatkan Chatbot AI Bisa jadi Lebih Pintar dari Manusia.

Detikinet. (2023). Apa Itu Artificial Intelligence, Apakah Ancaman Bagi Manusia?


Share This :

0 Comments