-->
Kopi Alinea

Politik Dinasti ? Penyimpangan Demokrasi, Civitas Akademika Beraksi

Kamis, 15 Februari 2024

Oleh: Rika Nur Hamida 


Pemilihan umum di masa modern ini menarik banyak pandangan mata dan ketukan moral para manusia, khususnya di Indonesia. Setelah 10 tahun membungkam suara untuk memilih, kini saatnya seluruh lapisan masyarakat, anak muda, orang tua, golongan elit dan pejabat tinggi lainnya menggunakan hak suara mereka pada Pemilu 2024. Perkembangan zaman membuat semua masyarakat berani membuka mata, berani berpendapat, dan berfikir kritis untuk menentukan presiden bagi indonesia 5 tahun ke depan. Pemilihan umum ini tidak hanya dikhususkan unuk memilih presiden dan wakil presiden, namun serentak dilakukan dengan pemilihan anggota DPRD provinsi, dareah kabupaten, dan juga partai politik. Partai politik pada dasarnya memiliki status, Ini memainkan peran sentral dan vital dalam semua sistem demokrasi karena memainkan peran penting sebagai penghubung antara pemerintah negara bagian dan warga negara mereka (Nada, dkk, 2023).

Indonesia telah mengalami 8 kali pemilihan umum dalam catatan sejarah yakni sejak tahun 1955, 1971, 1977-1997, 1999, 2004, 2009, 2014, 2019. Dengan sistem pemilu yang beragam, demokrasi di Indonesia telah mengalami perubahan dan perkembangan seiring perjalanan sejarah negara ini. Dari demokrasi parlementer ke demokrasi terpimpin, dan akhirnya menuju demokrasi pancasila. Tujuan utama demokrasi pancasila adalah menciptakan masyarakat yang adil, beradab, dan demokratis berdasarkan pada nilai-nilai pancasila. Meskipun masih terdapat tantangan, Indonesia terus berupaya memperkuat sistem demokrasi, memajukan prinsip-prinsip demokrasi, dan melindungi hak asasi manusia sebagai dasar penyelenggaraan negara dan pemerintahan di negara ini (Akbar dkk, 2023).

Pesta demokrasi pada tahun ini dirayakan dengan sangat meriah dengan berbagai pro dan kontra dari masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden. Pesta demokrasi dibuat semenarik mungkin oleh setiap pasangan calon presiden nomor urut 01, 02, dan 03. Berbagai model kampanye yang unik, penuh pengetahuan, gagasan, dan mengundang kesadaran seluruh masyarakat. Debat calon presiden (capres) merupakan salah satu momen krusial dalam proses demokrasi yang memberikan kesempatan kepada calon untuk menyampaikan pandangan, gagasan, dan rencana kebijakan kepada publik, hal ini menjadi momentum bagi para calon presiden dan wakil presiden untuk menunjukkan kulitas, kuantitas, dan segagah apa program yang akan dibawakan untuk Indonesia Lima tahun kedepan. (Widayanti dan Fridiyanti, 2023). Pemilu 2024 dikategorikan sebagai ajang bagi para pemilih pemula untuk bersunggguh-sungguh menggunakan hak pilihnya, guna memperbaiki masa depan bangsa Indonesia. Pemilih pemula ini mayoritas adalah anak muda atau yang dikenal dengan genZ sebanyak ± 55% pemilih. Semangat kritis para pemilih pemula dalam menentukan pilihan politiknya pada pemilu 2024 diperlukan dalam memberikan pelajaran kepada caleg maupun partai politik, yang selama ini memiliki kinerja buruk, asyik mementingkan diri-sendiri, dan tidak pro rakyat (Bancin dan Sitorus 2023).

Prasyarat negara demokrasi modern adalah penyelenggaraan Pemilihan umum. Tujuan Pemilihan umum diselenggarakan untuk mewujudkan tujuan demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan Pemilihan umum harus mencerminkan nilai-nilai demokrasi. Sistem demokrasi perwakilan bertujuan agar kepentingan dan kehendak warga negara tetap dapat menjadi bahan pembuatan keputusan melalui orang-orang yang mewakili mereka (Boediningsih dan Cahyono, 2022). Pemilihan umum serentak akan membuat proses demokrasi pada pemilu menjadi lebih bersih dari kepentingan kepentingan tertentu, terutama kepentingan yang menyangkut lobi-lobi atau negosiasi politik yang dilakukan oleh partai-partai politik sebelum menentukan Pasangan Capres-Cawapres yang sering-kali dilakukan berdasarkan kepentingan sesaat, bukan untuk kepentingan bangsa dan negara. Kepentingan ini sering disangkut pautkan dengan kepentingan keluarga atau dikenal dengan dinasti politik. ”Politik dinasti adalah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait hubungan keluarga, misalnya ayahnya mewarisi kekuasannya kepada anaknya, sedangkan dinasti politik, dilakukan dengan sengaja dikonstruksi bahwa kekuasaan hanya boleh dikuasai oleh satu keluarga saja” sebagaimana disampaikan oleh Dr. Lusi Andriyani, M.Si dalam artikel Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Dinasti politik merupakan kekusan yang turun temurun dengan jabatan sesama anggota keluarga. Dinasti politik memperkuat jaringan kekuasaan dari tingkat daerah hingga pusat, dengan orientasi mempertahankan dominasi dalam partai politik, menghambat perkembangan demokrasi internal. Pertumbuhan dinasti politik menuai pro dan kontra. Umumnya, dinasti politik dipandang sebagai potensi penyalahgunaan kekuasaan. Dinasti politik bukan sebuah istilah baru yang didengar namun praktek nepotisme yang sudah terjadi sejak zaman orde lama kekuasaan kepresidenan. Dinasti politik tentu akan merusaka perjalan demokrasi yang sudah dibangun sejak kemerdekaan, demokrasi yang harusnya bersifat reformasi karena kejanggalan ini bersifat prosedural mengikuti kelompok tertentu. Dinasti politik dipandang akan menentang larangan keluarga petahana atau penguasa untuk ikut dalam kontestasi politik, menganggap hal ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan konstitusi (Sucipto, dkk. 2023).

Demokrasi adalah bagian terpenting sebagai landasan epistemik untuk terus menentukan masa depan (Widiyanti dan Fridiyanti, 2023). Demokrasi menawarkan pengambilan keputusan yang inklusif, partisipatif, dan akuntabel, dengan penekanan pada hak asasi manusia, kebebasan sipil, dan keadilan sosial. Demokrasi mengajarkan bahwa kekuasaan berasal dari rakyat bukan mengganggap rakyat investor bisnis pribadi, sejak kecil para anak indonesia digaungkan bahwasannya demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pelaksanaan demokrasi dalam pemilu tentunya mengalami perkembangan sejalan dan untuk memperbaiki proses berkeadilan, namun kenyataannya saat ini perbaikan itu tidak melibatkan seluruh warga masyarakat, hanya golongan tertentu yang dapat mengotak-atik aturan maupun perundang-undangan demi tercapai sebuah kewenangan abadi. Hal ini yang membuat indeks demokrasi indonesia mengalami penurunan, berdasarkan data Economist Intelligence Unit (EIU) Indonesia kini berada di peringkat ke-54 dari 167 negara dengan skor 6,71. Skor ini sama dengan indeks demokrasi 2021. Namun, peringkat Indonesia turun dari 52 ke 54. Menurunya indeks demokrasi indonesia secara perlahan akan mengikis demokrasi substansi dan muncul demokrasi prosedural.

Kejanggalan ini sudah membuat bangun para macan yang selama ini dianggap hanya tidur, mengajar dan meneliti, ya mereka para guru besar yang turun bukit bersuara menegakkan demokrasi yang sudah diujung tanduk tanduk ini. Namun sayangnya pihak istana mengklaim ini hanya sebuah penggiringan opini (Dikutip melalui website Kompas.com ”Wawancara dari Pihak Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut bahwa Istana membahas serius reaksi keresahan sejumlah guru besar dari berbagai universitas”). Pihak istana merespon hal ini sebagai sesuatu yang wajar terjadi karena bertepatan dengan tahun politik terlebih bersamaan dengan pemilihan umum). Klaim ini seakan membantah pikiran buruk para masyarakat, namun tidak menuntut kemungkinan pengamat akan terlihat lebih cerdas daripada seorang pelaku. Kekuasaan seakan menjadi jati diri jika hal ini memang murni terjadi untuk sebuah keberlanjutan jabatan, atau yang dikenal sebagai Dinasti politik, yang menyebabkan rendahnya bahkan hancurnya nilai reformasi demokrasi yang saat itu diperjuangkan dengan tumpahan darah. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa permasalahan yang ada adalah bukan pada pemikiran atau ide untuk mengembalikan pelaksanaan pemilihan umum kembali kepada cara tidak serentak, tetapi lebih kepada bagaimana pada Pemilihan umum Serentak berikutnya, permasalahan-permasalahan yang terjadi pada Pemilu Serentak 2019 tidak akan terulang lagi, atau sedapat mungkin diminimalisasi. Pelaksanaan pemilihan umum secara serentak sudah sesuai dengan konstitusi, di mana spiritnya adalah penguatan pada sistem pemerintahan presidensiil, sehingga akan berefek pada penyelenggaraan pemerintahan yang lebih stabil namun tetap demokratis. (Boediningsih dan Cahyono, 2022).

Para pelaku pendidikan mengkhawatirkan atas terjadinya senjakala reformasi pada tahun politik ini, mereka mengharapkan para pejabat dan petinggi negara dapat kembali ke koridor demokrasi untuk mengedepankan sikap kenetralan dan tidak memihak pada golongan terntetu. Dikutip dari website CNN Indonesia Gaungan suara yang pertama terdengar ialah dari kampus Universitas Gadjah Mada, dengan petisi yang berjudul ’Bulak Sumur’ petisi ini berisikan keprihatinan mendalam penyimpangan yang dilakukan oleh sejumlah penyelenggara negara atas tindakan menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial. Petisi ini kemudian berlanjut diikitu oleh suara-suara kampus ternama lainnya, seperi Universitas Indonesia, Universitas Andalas dan kampus-kampus lainnya baik negeri maupun swasta. Istana menggangap kejadian ini sebagai suatu dari jalannya demokrasi, hal ini dianggap suara tersebut sebuah hal yang wajar dalam proses demokrasi, terlebih dalam tahun-tahun politik. Angin lalu yang dianggap istana ini membuat para guru besar dan civitas akademika kecewa, alih-alih merespon dengan bijak istana mengananggap petisi ini bagian dari penggiringan opini bahkan dianggap sebagai politik partisan. Guru besar dan para civitas akademika selama ini yang kita ketahui sebagai seorang pendidik, pengajar, penjaga etika, yang bertahun-tahun bungkam saat bersuara tentu sudah tidak terjadi kejadian yang sedang tidak baik-baik saja pada bangsa yang merdeka karena persatuan ini. Universitas maupun tempat menuntut ilmu lainnya merukan sebuah benteng moral dan etika, mereka tidak akan diam jika benteng diserang bahkan mengancam persatuan.

Politik dapat terjadi pada siapa saja berdasakan masa dan pelakunya, dalam politik setiap teman dapat menjadi lawan, begitupun para lawan dapat menjadi teman demi mementingkan kekuasan dalam topeng perdaulatan. Setiap manusia tentu tidak lepas dari kecacatan kinerja, namun alangkah baiknya kita dapat menghindari para pelaku yang berpotensi buruk pada bangsa ini jika diteruskan menjadi pemimpin dan hanya mementikan kepentingannya. Kebaikan dan keburukan politik berjalan bersama mengiringi tahun politik 2024, semua dapat diputar balikkan, mudah dipengaruhi, dan mudah untuk diajak tidak netral hanya demi jabatan dan anggaran. Semua rakyat mempunyai kewenangan yang sama, hanya saja rakyat tertentu yang dapat mereka dengar, dengan kekuasaan semua menjadi buta, tidak peduli bagaiamana kelak dunia mencatat namanya, hanya mata yang tepat yang dapat membuka tabir keburukan ini. Mari tegakkan kembali rasa demokrasi yang memasuki usia senjakala, dengan bijak memilih, melihat kinerjanya, dan jangan saling menyalahkan, meskipun demokrasi telah ternodai sejak lama, tidak adak salah mencgah kejadian buruk untuk kemakmuran indonesia dimasa yang akan datang. Oelh karena itu sangat penting pemilihan umum diselenggarakan dengan kesadaran yang tinggi bahwa satu-satunya cara untuk melahirkan pemimpin yang baik adalah dengan menjalankan proses yang baik, sehingga jangan salah ketika tuntutan integritas pemilu terus melonjak di manapun (Hidayat, 2023).

Referensi :

Akbar, A., Sihabudin, M. Y., Firdaus, R. E., & Pahreji, R. (2023). Perkembangan Demokrasi di Indonesia. Advanced In Social Humanities Research, 1(5), 627-635.

Bancin, R., & Sitorus, M. S. (2023). Kunci Keberhasilan Menyongsong Pemilihan Serentak 2024 Menuju Indonesia Berkemajuan. Jurnal Bakti Sosial, 2(1), 1-10.

Fitriani, D., Budiyani, Y., Hardika, A. R., & Choerunissa, M. (2023). Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Demokrasi Di Indonesia: Analisis Peran Teknologi dan Media Sosial. Advanced In Social Humanities Research, 1(4), 362-371.

Fitriensi, Y. N. (2023). Kajian Hukum Pada Pemilu Serentak 2024. Jurnal Pusat Studi Pendidikan Rakyat, 175-184.

Hidayat, T. (2023). Situasi Demokrasi Nasional Menuju Pemilu 2024. Edu Society: Jurnal Pendidikan, Ilmu Sosial Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(1), 856-864.

Nada, F. Q., Hasanah, A., & Maulia, S. T. (2023). Perjalanan Demokrasi di Indonesia. Civilia: Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan, 3(1), 83-93.

Sucipto, H., Sitinjak, S., & Sujatmoko, I. (2023). Analisis Dinasti Politik di Indonesia: Dilema Etika Demokrasi dan Relevansinya dalam Keadilan Politik Indonesia. Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora, 1(3), 83-90.

Susianto, S. (2023). Mahkamah Konstitusi: Etika Kehakiman dan Kendaraan Politik Penguasa. Binamulia Hukum, 12(2), 459-471.

Widayanti, C., & Fridiyanti, Y. N. (2023). Analisis Pengaruh Debat Calon Presiden 2024 Pertama Terhadap Elektabilitas Calon Presiden Perspektif Pandangan Masyarakat. Journal of Social and Economics Research, 5(2), 1720-1731.

Website

CNN Indonesia. Petisi Guru-guru Besar UGM Kritik Jokowi: Kembali ke Koridor Demokrasi. 

Metronews.Guru Besar UI Tersinggung Disebut Partisan oleh Istana. 

Fazri M. 2024. Politik Dinasti atau Dinasti Politik?.Universitas Muhammadiyah Jakarta. 

Rakhmad.,H.P. 2023. Skor Indeks Demokrasi Indonesia Versi EIU Stagnan di Ranking 54. detiknews. 


Editor:  Department Research and Dedication


Share This :

0 Comments