Dunia pendidikan khususnya di lingkup perguruan tinggi beberapa waktu terakhir ini sedang digemparkan dengan adanya peraturan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT). Adanya peraturan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) menjadi polemik di tengah masyarakat. Banyak dari mahasiswa perguruan tinggi yang memberontak dengan adanya peraturan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT), pasalnya peraturan tersebut sangat dinilai membebankan bagi orang tua mahasiswa yang berpenghasilan menengah ke bawah. (Uang Kuliah Tunggal) UKT adalah sistem pembayaran akademik dimana mahasiswa program S1 reguler membayar biaya satuan pendidikan yang sudah ditetapkan jurusannya masing-masing. Ciri khas UKT adalah dihapuskannya Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) di semua Jurusan Universitas di Indonesia dan dengan sistem pembayaran yang ditetapkan per semester oleh jurusan masing-masing, maka sistem pembayaran dengan Sistem Kredit Semester (SKS) tidak berlaku lagi (Putra, Putu, B. A. A, et all., 2018). Maka, uang kuliah tunggal (UKT) ini menjadi pembayaran akademik bagi mahasiswa selama menuntut ilmu di perguruan tinggi.
Berdasarkan peraturan menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia nomor 22 tahun 2015 Tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Pasal 88 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Menteri berwenang menetapkan standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi yang menjadi dasar perguruan tinggi negeri dalam menetapkan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa dan bahwa biaya yang ditanggung oleh mahasiswa harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya (RISETDIKTI, 2015). Peraturan tersebut bertentangan dengan peraturan baru yang dimunculkan oleh Nadiem Makarim tentang kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang justru membebankan orang tua atau pihak yang membiayai mahasiswa terutama yang kurang mampu karena pelonjakan kenaikannya yang tinggi, peraturan tersebut tertuang dalam Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 yang dilanjutkan dengan Keputusan Mendikbud Nomor 54/2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi.
Adanya peraturan terbaru terkait kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) mengakibatkan aksi demo dan pemberontakan dari sejumlah mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia, hal tersebut terjadi karena rasa tidak setuju dengan kebijakan pemerintah yang mempersulit masyarakat atau mahasiswa untuk menuntut ilmu di jenjang perguruan tinggi. Kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) dikhususkan bagi mahasiswa baru, membuat banyak dari mahasiswa di perguruan tinggi yang memperjuangkan untuk tidak diberlakukannya peraturan tersebut bagi mahasiswa baru agar tidak menjadi alasan mahasiswa memutus pendidikan hanya di jenjang sekolah menengah atas (SMA). Sehingga rasa ketidakadilan atas ekonomi antara mahasiswa yang berkecukupan dan mahasiswa yang kurang mampu timbul akibat peraturan tersebut.
Muncul persepsi tentang “orang miskin dilarang sarjana” yang merujuk pada unjuk rasa tentang ketimpangan dan ketidakadilan terhadap masyarakat dengan ekonomi yang rendah. Ungkapan tersebut dicetuskan oleh para mahasiswa universitas jenderal Soedirman sebagai salah satu bentuk perjuangan para mahasiswa dalam membela suatu pendidikan agar terjangkau bagi seluruh klaster masyarakat, kuliah bukan hanya milik mereka yang berkecukupan dalam segi finansial saja, tetapi kuliah juga ingin dirasakan oleh mereka yang berasal dari ekonomi kelas bawah. Oleh karena itu para mahasiswa menyampaikan tuntutan aspirasinya dengan slogan “orang miskin dilarang sarjana” sebagai bentuk sarkas mengkritik kebijakan pemerintah. Menelusuri dan mengamati kejadian demo mahasiswa UNSOED, bahwa slogan yang dibuat oleh para mahasiswa merupakan kalimat yang mengandung perumpamaan atau majas untuk menyindir pihak kampus tentang penetapan uang kuliah tunggal (UKT) yang naik berkali lipat secara drastis. Slogan sindiran tersebut menjadi trend viral di media sosial yang beberapa kalangan masyarakat menginterpretasikan makna tersebut dengan salah dan merasa direndahkan serta marah-marah akibat slogan tersebut. Padahal, slogan tersebut memang ditujukan sebagai bentuk sindiran sarkas agar pihak kampus menyadari bahwa kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi juga bisa didapatkan oleh seluruh masyarakat baik yang berkecukupan maupun yang berekonomi rendah. Sehingga, diharapkan slogan tersebut dapat memberikan pencerahan bagi pihak kampus agar tidak menerapkan kebijakan pemerintah tentang kenaikan uang kuliah tunggal (UKT).
Banyaknya aksi penolakan terkait kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) dalam bentuk demo terhadap pimpinan universitas menghasilkan pembatalan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yakni Nadiem Makarim pada tanggal 27 Mei 2024 setelah beliau bertemu dengan Presiden Jokowi membahas perihal kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di Istana Negara yang kemudian Nadiem resmi membatalkan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Nadiem Makarim mengatakan bahwa mahasiswa tahun ini tidak akan ada mahasiswa yang akan terdampak kenaikan uang kuliah tunggal (UKT).
Namun, keputusan dari Nadiem Makarim tersebut hanya berlaku di tahun ini, tidak ada kepastian bahwa tidak akan terjadi kebijakan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) sewaktu-waktu kembali, seakan keputusan pembatalan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) tahun ini hanya menjadi penenang dari aksi-aksi pemberontakan mahasiswa di tahun ini. Diharapkan dari pemerintah maupun pihak perguruan tinggi dapat memperhatikan mahasiswa dengan ekonomi yang rendah untuk tetap memperoleh pendidikan di perguruan tinggi, sehingga tidak akan terulang kembali slogan sindiran mahasiswa terhadap perguruan tinggi.
SUMBER RUJUKAN
Ferdianto, Arif. (2024). Kebaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mulai Dirasakan Sejumlah Perguruan Tinggi Tinggi.
Kholis, Rizki Nur. (2024). Orang Miskin Dilarang Sarjana.
Mawardi, Isal. (2024). Nadiem: Kemendikbud Ristek Batalkan Kenaikan UKT Tahun Ini!.
Putra, Putu, B. A. A, Viktor, H. P., Widiatry, dan Natalius (2018). Analisis dan Desain Perangkat Lunak Generate File Akun Uang Kuliah Tunggal (UKT) Universitas Palangka Raya. Jurnal Teknologi Informasi, 12(1), 48-55.
RISETDIKSI. (2015).
Editor: Departement Research and Dedication
Share This :
0 Comments